Ziarah Makam Kotagede dan Jejak Perjuangan Sultan HB II Menuju Pahlawan Nasional

2 hours ago 1

loading...

Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede menyimpan narasi sejarah yang unik, khususnya terkait pemakaman Sri Sultan Hamengku Buwono II (HB II). Foto/Istimewa

YOGYAKARTA - Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede menyimpan narasi sejarah yang unik, khususnya terkait pemakaman Sri Sultan Hamengku Buwono II (HB II). Kunjungan ziarah ke makam ini tidak hanya menjadi ritual penghormatan leluhur, tetapi juga menyingkap kembali jejak perjuangan Sultan Sepuh yang gigih melawan kolonialisme, sebuah rekam jejak yang kini menjadi fondasi kuat dalam upaya pengajuan beliau sebagai Pahlawan Nasional .

Sesuai tradisi, raja-raja Kesultanan Yogyakarta dimakamkan di Imogiri. Namun, Sultan HB II, yang memerintah dalam tiga periode (1792-1810, 1811-1812, 1826-1828), dimakamkan di Kotagede setelah wafat pada 3 Januari 1828.

Sumber sejarah menyebutkan bahwa pemakaman di Kotagede terjadi karena faktor keamanan di tengah berkecamuknya Perang Jawa (Perang Diponegoro). Sultan HB II dimakamkan di Kotagede karena pada saat itu sedang berkecamuk Perang Jawa sehingga tidak memungkinkan untuk diadakan prosesi hingga Makam Raja-Raja di Imogiri

Baca Juga: Sejarah Kotagede, Kota Lama Tempat Lahirnya Bumi Mataram di Jogjakarta

Meskipun dimakamkan di lokasi yang berbeda, hal ini justru memperkuat citra beliau sebagai raja yang keras, tegas, dan gigih menentang campur tangan kolonial Belanda maupun Inggris. Penolakan tegas Sultan HB II terhadap tuntutan kolonial memicu penyerbuan ke keraton (Geger Sepehi, 1812), menjadikannya simbol martabat politik Jawa yang berani melawan.

Ziarah ke Makam Kotagede, yang juga menjadi tempat peristirahatan terakhir Ki Ageng Pamanahan dan Panembahan Senopati, sering kali dilakukan oleh pihak Keraton dan masyarakat sebagai bagian dari tradisi. Kunjungan ini, terutama ke pusara HB II, menjadi momen untuk merefleksikan kembali kepahlawanan dan pengorbanan Sultan HB II.

Peziarah, diwajibkan mengenakan pakaian adat Jawa, tidak hanya mendoakan arwah para leluhur tetapi juga menghayati nilai-nilai perjuangan yang diwariskan.

Keberadaan makam HB II di Kotagede—sebuah anomali yang dipicu oleh konflik—secara implisit mengingatkan pada situasi genting dan semangat perlawanan yang mendominasi akhir masa hidupnya.

Baca Juga: Ki Ageng Wonokusumo, Muazin di Era Majapahit yang Disegani Belanda

Selain perlawanan, HB II juga dikenal atas kontribusinya dalam seni, seperti perintah pembuatan berbagai bentuk wayang kulit dan gubahan wayang orang dengan lakon yang mencerminkan watak jujur dan tegas.

Read Entire Article
| Opini Rakyat Politico | | |