Pengembangan Proyek Gas Dinilai Hambat Tujuan Iklim Indonesia

3 hours ago 1

loading...

Pengembangan proyek gas justru berisiko menghalangi Indonesia dalam memenuhi target-target Perjanjian Paris. FOTO/iStock

JAKARTA - Indonesia memiliki cadangan gas alam yang cukup besar, namun untuk mengembangkan infrastruktur gas tersebut dibutuhkan investasi sekitar USD32,42 miliar. Meski demikian, laporan terbaru yang disusun oleh debtWATCH dan Trend Asia menunjukkan bahwa pengembangan proyek gas justru berisiko menghalangi Indonesia dalam memenuhi target-target Perjanjian Paris.

Emisi yang dihasilkan dari penggunaan gas, terutama metana, diketahui memberikan dampak yang signifikan terhadap kerusakan iklim. Hal ini menghambat upaya Indonesia untuk beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Pendanaan untuk proyek gas melibatkan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dan World Bank Group. Namun, dukungan finansial ini mencerminkan ketidakpastian dalam komitmen iklim lembaga-lembaga tersebut. Sebab, mereka masih menyediakan pendanaan untuk proyek energi kotor, termasuk gas alam cair (LNG), meskipun telah memiliki kebijakan pembatasan pendanaan untuk energi yang berdampak buruk pada lingkungan.

"Dana untuk LNG justru memperpanjang transisi energi yang sesungguhnya dan mempertahankan dominasi perusahaan terhadap sumber daya alam Indonesia. Dengan ekspansi LNG, Indonesia lebih difokuskan untuk menjadi pemasok gas bagi negara maju daripada memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Ini bukanlah langkah menuju kedaulatan energi, tetapi lebih kepada eksploitasi ekonomi yang dibungkus dengan klaim transisi energi," jelas Diana Gultom, perwakilan dari debtWATCH Indonesia, dalam pernyataannya pada Senin (17/3/2025).

Pemerintah Indonesia terus berencana mengembangkan infrastruktur gas, yang dimulai sejak pemanfaatan gas cair pertama kali pada tahun 1960-an. Saat ini, pemerintah tengah mempromosikan gas sebagai bagian dari strategi transisi energi. Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah mengusulkan untuk terus meningkatkan peran gas dalam bauran energi primer hingga tahun 2060.

“Pemerintah sering mempresentasikan diri di forum internasional dengan klaim akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, namun kebijakan domestiknya justru memasukkan gas sebagai bagian dari transisi energi yang disebut-sebut sebagai ‘jembatan transisi’. Ini justru membuat Indonesia semakin jauh dari target pengurangan emisi yang seharusnya dicapai,” ujar Novita, juru kampanye energi fosil dari Trend Asia.

(nng)

Read Entire Article
| Opini Rakyat Politico | | |