China Hadapi Gelombang Protes Warga akibat Pungutan Jalan Kontroversial

21 hours ago 5

loading...

Gelombang protes warga melanda desa-desa urban dan pinggiran kota di berbagai wilayah China akibat pungutan jalan kontroversial yang dikenal sebagai village gating. Foto/Ilustrasi Nepal Aaja

JAKARTA - Di tengah perubahan lanskap sosial-ekonomi China, suara-suara ketidakpuasan publik yang selama ini terpendam mulai menggema dengan lantang. Dari desa-desa urban di Guangdong hingga pinggiran kota Shanghai, gelombang protes bermunculan—bukan karena isu politik besar, melainkan karena hal yang tampak sepele: pungutan di gerbang desa.

Mengutip dari Hamrakura, Rabu (2/7/2025), fenomena ini dikenal sebagai “village gating", merujuk pada pemasangan pos pemeriksaan di pintu masuk desa yang disertai pungutan biaya masuk atau parkir.

Apa yang awalnya tampak sebagai kebijakan administratif kini berkembang menjadi simbol keresahan publik yang lebih luas, memperlihatkan jarak yang makin lebar antara Partai Komunis China dan masyarakat biasa. Banyak yang melihatnya sebagai upaya putus asa pemerintah daerah yang kekurangan dana untuk menutupi defisit anggaran mereka.

Baca Juga: Laporan Global Rights Compliance Ungkap Dugaan Kerja Paksa di Sektor Strategis China

Akar dari krisis ini terletak pada melemahnya perekonomian China. Setelah puluhan tahun pertumbuhan industri yang pesat, kini negara itu menghadapi perlambatan manufaktur, pengangguran tinggi, dan tumpukan utang pemerintah lokal. Di tengah tekanan tersebut, sejumlah otoritas lokal beralih ke sumber pendapatan informal—termasuk mengenakan tarif masuk di jalan-jalan desa dan kota kecil.

Tulang Punggung Ekonomi China

Salah satu peristiwa penting terjadi pada 2 Juni lalu di Desa Yangyong, Kota Dongguan, Provinsi Guangdong. Ratusan pekerja migran berkumpul untuk memprotes biaya masuk sebesar 18 yuan (sekitar Rp60.000) yang mereka anggap sebagai pemerasan.

Kebijakan itu memicu kemarahan warga yang sudah kesulitan secara ekonomi. Ketegangan meningkat dengan cepat dan meskipun polisi dikerahkan, pos pungutan akhirnya dibongkar—sebuah langkah mundur yang jarang terjadi dalam sistem yang dikenal kaku dan otoriter.

Read Entire Article
| Opini Rakyat Politico | | |