loading...
Miftahun Najah, Deputy GM Cabang Utama Jakarta PT Perusahaan Perdagangan Indonesia. Foto/Dok. SindoNews
Miftahun Najah
Deputy GM Cabang Utama Jakarta
PT Perusahaan Perdagangan Indonesia
SELAMA puluhan tahun, koperasi di Indonesia hidup dalam ambivalensi: di satu sisi diagungkan sebagai sokoguru perekonomian nasional, di sisi lain sering kali dipinggirkan dalam praktik kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada korporasi dan mekanisme pasar. Tak jarang koperasi hanya menjadi jargon administratif atau kendaraan proyek sesaat, alih-alih menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Dalam konteks tersebut, peluncuran program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP) oleh Kementerian Koperasi tahun ini dengan target 80.000 koperasi se-Indonesia patut disambut sebagai ikhtiar serius untuk mengembalikan koperasi pada semangat dasarnya: memperkuat ekonomi rakyat dari bawah, khususnya di desa. Namun, seiring dengan harapan, muncul pula pertanyaan: seberapa jauh KDMP bisa menjawab persoalan riil koperasi dan ekonomi desa yang telah lama struktural?
Membaca Langkah Strategis KDMP
Secara konseptual, KDMP mengusung semangat yang segar. Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, menyampaikan bahwa Koperasi Desa Moperah Putih dirancang sebagai solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengatasi persoalan ekonomi di pedesaan (Kemenkop RI, 7/3/25). Program ini dinilai bertujuan membentuk koperasi multipihak di desa-desa, melibatkan unsur petani, perempuan, pemuda, hingga perangkat desa, dan menghubungkannya dengan dukungan pembiayaan, pelatihan, serta akses pasar. Pendekatan multipihak ini memang menjadi keunggulan desain KDMP—ia tidak hanya menempatkan koperasi sebagai wadah ekonomi sempit, melainkan sebagai simpul sosial-ekonomi yang inklusif.
Kementerian Koperasi bahkan menggandeng kementerian/lembaga lain serta BUMN untuk mengintegrasikan ekosistem KDMP, sebuah pendekatan lintas sektor yang relatif baru dalam kebijakan koperasi. Secara spesifik, pemerintah pusat bersama mitra strategis seperti BTP Indonesia, Pertamina, dan BNI menjalin kerja sama guna mendukung aktivitas KDMP, termasuk dalam distribusi sembako, gas, logistik, serta digitalisasi layanan koperasi (rri.co.id/24/06/25).
Dengan demikian, KDMP bukan sekadar koperasi biasa, tetapi dimaksudkan sebagai simpul ekonomi kolektif desa yang mampu berdiri sendiri sekaligus terhubung dengan pasar dan sistem nasional. Namun, seperti halnya banyak program pembangunan lainnya, keberhasilan ide bukanlah jaminan keberhasilan pelaksanaan.
Sebagus apa pun desain program, koperasi tidak akan berjalan sehat jika mengabaikan tiga aspek utama: kebudayaan lokal, struktur kekuasaan desa, dan daya tahan kelembagaan koperasi itu sendiri.