loading...
Sesungguhnya dalam pandangan Islam, teman itu layaknya cermin. Jika kita ingin mengetahui dirinya sendiri, maka lihatlah dengan siapa kita berteman. Foto ilustrasi/pixabay
Bolehkah memilih atau memilah-milah pertemanan ? Bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam . Sesungguhnya dalam pandangan Islam, teman itu layaknya cermin. Jika kita ingin mengetahui dirinya sendiri, maka lihatlah dengan siapa kita berteman.
Jika temannya suka dunia malam, dunia gemerlap, dan jauh dari agama, maka dipastikan seorang muslim juga terjebak di kehidupan seperti itu. Sebaliknya, jika temannya adalah suka menuntut ilmu agama, suka kajian Islam, maka Insya Allah, ia pun akan dekat dengan agama.
Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Seorang mukmin merupakan cerminan saudaranya yang mukmin.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud dalam Ash-Shahihah)
Maka, berhati-hatilah. Memilih teman yang shaleh adalah wajib. Selektif dalam memilih teman merupakan prinsip utama dalam Islam. Sejarah pun menunjukkan bahwa para ulama terdahulu ( as-salafush shalih ) benar-benar memerhatikan prinsip ini. Karena sosok teman sangat berpengaruh bagi kehidupan seseorang baik di dunia maupun di akhirat.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Seseorang itu berada pada agama teman karibnya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah yang dia jadikan teman karibnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ahmad)
Kisah Alqamah
Di dalam Shahih Al-Bukhari, disebutkan bahwa Alqamah rahimahullah seorang tabi’in yang mulia berkisah, bahwa ketika dia masuk ke Negeri Syam, maka dia (langsung menuju masjid dan) salat dua rakaat. Kemudian dia memanjatkan sebuah doa: ‘Ya Allah, berilah aku kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik (di negeri ini)’.
Usai berdoa dia mendatangi sekelompok orang yang sedang duduk-duduk dan turut bergabung bersama mereka. Lalu datanglah seorang syaikh dan duduk di sebelahku. Dia bertanya kepada mereka, ‘Siapakah orang ini?’
Mereka menjawab: ‘Beliau adalah Abu Darda’ (seorang sahabat Nabi -ﷺ-). Maka tabi'in itu mengatakan kepada beliau Abu Darda', "Aku telah berdoa kepada Allah subhanahu wa ta'ala agar diberi kemudahan untuk mendapatkan teman yang baik (di negeri ini). Sungguh Allah subhanahu wa ta'ala telah memudahkanku untuk bertemu denganmu." Lalu Abu Darda’ berkata, "Dari manakah engkau?". Maka dia mengatakan: "Aku dari negeri Kufah.”
Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc, menukil pernyataan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. Bahwa Syaikh Utsaimin mengatakan, "Memerhatikan atau memilih teman merupakan kewajiban setiap insan muslim. Jika mereka itu orang-orang yang buruk, maka hendaknya dijauhi, karena (penyakit) mereka itu lebih kuat penularannya daripada kusta. Atau jika mereka itu teman-teman yang baik, yang senantiasa memerintahkan kepada kebaikan, mencegah (anda) dari kemungkaran dan membimbing kepada pintu-pintu kebaikan, bergaullah (dengan mereka).”
Pernyataan Syaikh Utsaimin menegaskan bahwa umat Islam harus selektif memilih teman dan itu harus diupayakan sejak dini. Sebab pergaulan di masa muda sangat menentukan kelanjutan hidup pada fase-fase berikutnya.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Jika engkau melihat seorang pemuda di awal pertumbuhannya bersama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka harapkanlah kebaikannya (di kemudian hari). Jika engkau melihat di awal pertumbuhannya bersama ahlul bid’ah, maka berputusasalah akan kebaikannya (di kemudian hari).” [Kitab Al-Adab Asy-Syar’iyyah karya Al-Imam Ibnu Muflih]
Demikian halnya yang dikatakan Al-Imam Amr bin Qais Al-Mula’i rahimahullah, namun ada sedikit tambahan: “… karena (perjalanan) seorang pemuda sangat ditentukan oleh masa awal pertumbuhannya.” (Al-Ibanah karya Al-Imam Ibnu Baththah rahimahullah)
Baca juga: 10 Tipe Pertemanan menurut Al-Qur'an, Kamu Punya yang Mana?