loading...
Sheikh Saleh Al-Fawzan merupakan Mufti Agung Arab Saudi. Foto/X/@insharifain
RIYADH - Arab Saudi telah menunjuk Sheikh Saleh bin Fawzan bin Abdullah Al-Fawzan sebagai mufti agung baru kerajaan, otoritas keagamaan tertinggi, setelah wafatnya Sheikh Abdulaziz Al-Sheikh pada bulan September. Menurut media Saudi, penunjukan tersebut dilakukan melalui dekrit kerajaan yang dikeluarkan oleh Raja Salman pada hari Rabu, berdasarkan rekomendasi dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Siapa Sheikh Saleh Al-Fawzan? Mufti Agung Saudi yang Pernah Menyebut Syiah sebagai Saudara Setan
1. Ulama Paling Senior di Arab Saudi
Melansir The New Arab, lahir pada 28 September 1935 di Al-Shamasiya, Provinsi Qassim, Syekh Al-Fawzan adalah salah satu ulama paling senior di kerajaan dan anggota Dewan Ulama Senior yang telah lama menjabat.
Pada usia 90 tahun, ia menjadi orang keempat yang memegang posisi mufti agung sejak peran tersebut diciptakan pada tahun 1953, setelah Muhammad bin Ibrahim Al-Sheikh, Abdulaziz bin Baz, dan Abdulaziz Al-Sheikh.
2. Pernah Menyebut Syiah sebagai Saudara Setan
Al-Fawzan telah lama dianggap sebagai tokoh konservatif terkemuka dalam lembaga keagamaan Arab Saudi. Selama bertahun-tahun, ia telah mengeluarkan pendapat yang kontroversial, termasuk penolakan terhadap penetapan usia minimum untuk menikah dan pernyataan yang mengkritik minoritas Muslim Syiah di negara itu.
Human Rights Watch mengutipnya pada tahun 2017 karena menyebut Syiah sebagai "saudara Setan" dalam sesi tanya jawab publik.
Baca Juga: 5 Negara dengan Biaya Hidup Termurah, Salah Satunya Bisa Hidup Mewah dengan Rp149 Ribu
3. Murid Langsung Abdulaziz bin Baz
Al-Fawzan kehilangan ayahnya di usia muda dan mempelajari Al-Qur'an serta literasi dasar di bawah bimbingan ulama setempat sebelum bersekolah di Sekolah Faisaliah di Buraydah. Ia kemudian bergabung dengan Institut Islam di kota yang sama dan lulus dari Sekolah Tinggi Syariah Riyadh pada tahun 1961. Ia kemudian meraih gelar magister hukum waris Islam dan gelar doktor yurisprudensi, keduanya dari perguruan tinggi yang sama.
Ia belajar di bawah bimbingan ulama terkemuka seperti Abdulaziz bin Baz, Abdulrahman al-Saadi, dan Abdullah bin Humaid, yang berpengaruh dalam membentuk pendekatan teologisnya.
4. Tokoh Kunci dalam Pengembangan Doktrin Wahabi
Setelah lulus, Al-Fawzan mulai mengajar di Institut Riyadh dan kemudian di Sekolah Tinggi Syariah, Sekolah Tinggi Dasar-Dasar Agama, dan Institut Peradilan Tinggi, tempat ia akhirnya menjabat sebagai direktur. Ia membimbing banyak tesis pascasarjana dan terus mengajar serta berkhotbah di Masjid Pangeran Mut’ib bin Abdulaziz di Riyadh.
Al-Fawzan menjadi anggota Komite Tetap untuk Penelitian Islam dan Ifta, Dewan Ulama Senior, serta Dewan Fikih di Mekkah di bawah Liga Muslim Dunia. Tulisan, program radio, dan fatwanya tersebar luas, dan ia dianggap sebagai salah satu tokoh kunci yang melestarikan doktrin Hanbali-Wahhabi tradisional Arab Saudi.
Ia sangat dipengaruhi oleh mentornya, Syekh Abdulaziz bin Baz, yang di bawah bimbingannya ia bekerja di otoritas Ifta. Rekan-rekan dan mahasiswa menggambarkannya sebagai seorang ahli hukum yang teliti yang bersikeras mendasarkan semua putusan secara ketat pada Al-Qur’an dan Sunnah.
5. Melanjutkan Tradisi Mufti Agung
Penunjukan Al-Fawzan melanjutkan tradisi kerajaan dalam memilih ulama paling senior dari Dewan Ulama Senior untuk menjabat sebagai mufti agung. Langkah ini menggarisbawahi keberlanjutan dalam lembaga keagamaan, bahkan ketika Putra Mahkota Mohammed bin Salman mendorong reformasi sosial dan ekonomi yang luas.































