loading...
Berikut profil dan jejak karir Tony Blair yang menjadi salah satu Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara tau BPI Danantara. Foto/Dok
JAKARTA - Nama Tony Blair kembali mencuat di Indonesia, setelah Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris itu menjadi salah satu Dewan Pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara ( BPI Danantara ). Hal itu diungkapkan CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani.
Siapakah Tony Blair? Ia merupakan Mantan Perdana Menteri Inggris yang paling lama menjabat, yakni periode 1997-2007. Dikutip dari situs resmi pemerintah UK, satu dekade menjabat, Blair telah mengawasi proses perdamaian Irlandia Utara, reformasi publik, dan menanggapi serangan teroris 9/11 dan 7/7.
Anthony Blair lahir pada tanggal 6 Mei 1953 di Edinburgh. Setelah menempuh pendidikan di Universitas Oxford, Ia menjadi pengacara dan pada tahun 1983 terpilih sebagai anggota parlemen Partai Buruh untuk Sedgefield.
Blair segera dikenal sebagai anggota kelompok 'modernis' partai yang sadar diri (yang juga mencakup Gordon Brown dan Peter Mandelson), yang berusaha membuat Partai Buruh lebih dapat diterima oleh para pemilih dengan menolak hubungannya dengan serikat pekerja, pelucutan senjata nuklir sepihak, kepemilikan publik, dan pajak yang tinggi.
Lalu menyusul kematian mendadak pemimpin saat itu John Smith pada tahun 1994, Blair menjadi pemimpin Partai Buruh setelah Gordon Brown mengundurkan diri untuk menghindari perpecahan suara pro-modernisasi dalam pemungutan suara kepemimpinan.
Blair dengan cepat memperoleh otoritas yang tidak perlu dipertanyakan lagi sebagai pemimpin, yang selanjutnya ditegaskan oleh kemenangan telak Partai Buruh dalam pemilihan umum tahun 1997.
Pada usia 43 tahun, ia adalah perdana menteri termuda sejak Lord Liverpool pada tahun 1812. Ia berusaha untuk mempromosikan citra Inggris yang muda dan modern yang dilambangkan oleh BritPop, BritArt, dan Millennium Dome.
Beberapa kebijakan dikenal radikal, khususnya terkait reformasi konstitusi yang memberikan ukuran pemerintahan sendiri ke Wales dan Skotlandia. Namun janji untuk mereformasi layanan publik ternyata kurang mudah dilaksanakan, Blair terpilih kembali pada tahun 2001.
Di masa jabatannya yang kedua ini dia lebih bermasalah dan diwarnai keretakan hubungannya Kanselir Gordon Brown. Pada tahun 2002-2003 Blair mempertaruhkan otoritas pribadinya dengan mendukung "perang melawan teror" pemerintah AS, meskipun ada keresahan serius di partainya sendiri dan di antara masyarakat luas.