Petani Sawit Mendorong Tata Kelola Sesuai Aturan Hukum

13 hours ago 3

loading...

Kalangan petani sawit meminta Presiden Prabowo Subianto segera menata ulang kebijakan tata kelola sawit dan kehutanan yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. Foto/Dok

JAKARTA - Kalangan petani sawit meminta Presiden Prabowo Subianto segera menata ulang kebijakan tata kelola sawit dan kehutanan yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. Harapan ini disampaikan Wakil Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), Abdul Aziz menanggapi kebijakan Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menyita sekaligus mendenda banyak kebun sawit karena dianggap berada di dalam kawasan hutan.

Menurut Aziz, banyak kebun yang disita justru telah mengantongi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) maupun sertifikat tanah resmi yang dikeluarkan negara. Kondisi ini mencerminkan ketidakjelasan tata batas kawasan hutan yang menjadi dasar hukum tindakan Satgas PKH.

“Harapan kami sederhana. Karena masalah ini bukan terjadi di era Pak Prabowo, inilah kesempatan emas bagi beliau untuk menertibkan tata kelola sawit agar sesuai aturan hukum. Kalau Kementerian Kehutanan tertib, hukum bisa ditegakkan, rakyat tenang, dan negara diuntungkan,” ujar Abdul Aziz dalam keterangannya.

Baca Juga: Kepala Studi Sawit IPB: Banyak Kawasan Hutan yang Tidak Berhutan Bisa Ditanami Sawit

Aziz menjelaskan, setelah Perpres No 5/2025 diterbitkan, pemerintah membentuk Satgas PKH yang mulai melakukan penyitaan terhadap lahan-lahan perkebunan sawit. Awalnya yang disasar adalah perusahaan besar, namun kini merembet hingga lahan masyarakat seluas 10 hektar ke atas. Satgas PKH telah menyita 3,4 juta hektar lahan sawit yang dinilai masuk kawasan hutan.

“Begitu plang bertuliskan ‘lahan dalam penguasaan negara’ dipasang, petani langsung dipanggil Satgas, diperiksa, bahkan disodorkan surat penyerahan lahan. Suratnya undangan klarifikasi, tapi gayanya seperti pemeriksaan,” jelasnya sambil mengungkapkan bahwa Samade merupakan asosiasi yang beranggotakan 15.000 petani sawit di 10 provinsi di Indonesia.

Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berdampak serius terhadap produktivitas dan ekonomi petani. Banyak petani menghentikan perawatan dan pemupukan kebun karena takut usahanya disita.

“Di Riau misalnya, keresahan sudah tinggi. Petani berhenti merawat kebun, dan banyak yang kesulitan membayar cicilan ke bank. Dampaknya luar biasa, bukan hanya di Riau tapi juga di Jambi, Sumut, dan Kalteng,” ujar Aziz.

Read Entire Article
| Opini Rakyat Politico | | |