loading...
Revisi UU Kejaksaan, TNI, dan Polri dinilai mengancam demokrasi dan penegakan hukum. Foto/SindoNews
JAKARTA - Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan , TNI, dan Polri memicu polemik di masyarakat. Sebab revisi tersebut memberikan kewenangan berlebihan sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hokum.
Hal itu terungkap dalam diskusi “Quo Vadis Penambahan Kewenangan Penegakan Hukum dan Urgensi Pengawasan Publik di Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Saut Situmorang mengatakan, revisi UU Kejaksaan mengancam penegakan hukum dan rawan disalahgunakan karena fungsi intelijen yang punya kewenangan penyelidikan.
“RUU Kejaksaan mengacaukan kita semua. Masyarakat sipil ke depan harus kuat mengkritisi berbagai permasalahan termasuk RUU Kejaksaan, RUU Polri, dan RUU TNI. Ketiga RUU itu yang memberi kewenangan berlebihan akan menimbulkan ketidakpastian hokum,” ujarnya.
Senada, Koordinator Media BEM SI Kerakyatan Annas Robbani menilai, RUU TNI, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan bermasalah. “Kami menilai ada lembaga yang kurang disorot oleh masyarakat namun memiliki kewenangan yang luas yakni kejaksaan,” katanya.
“Sehingga demonstrasi dengan tajuk Indonesia Gelap, kami membawa RUU Kejaksaan, RUU Polri dan RUU TNI kami tolak, karena berbahaya bagi kehidupan demokrasi dan HAM,” katanya.
Annas menyebut kelemahan penegakan hukum begitu terasa namun kewenangannya diperluas. Lembaga Kejaksaan misalnya, dapat melakukan penyadapan dan fungsi intelijen hingga hak imunitas. Begitu pula dengan RUU Polri.
“Polisi diberi kewenangan untuk memblok konten-konten di media sosial, tindakan tersebut berbahaya. Dengan begitu Hak Asasi Manusia kita terancam,” katanya.