loading...
Aksi unjuk rasa ratusan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) di Gedung DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Kota Medan, membakar ban. Foto/SindoNews/wahyudi aulia siregar
MEDAN - Aksi unjuk rasa ratusan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) di Gedung DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Kota Medan, mulai memanas. Para mahasiswa yang awalnya hanya menyampaikan orasi sambil membawa poster berisikan tuntutan, kini mulai membakar ban bekas di depan pintu masuk utama Gedung DPRD Sumut.
Aksi bakar ban bekas ini mereka lakukan karena desakan untuk bertemu langsung dan berdialog dengan pimpinan DPRD Sumut tak kunjung dipenuhi. Padahal sebelumnya, Ketua DPRD Sumatera Utara, Erni Ariyanti, yang dihubungi mahasiswa lewat panggilan video dari ponsel anggota DPRD Sumut, Palacheta Subies Subianto, berjanji akan menghubungi wakil nya untuk menerima para mahasiswa.
Erni sendiri berada di Jakarta atas undangan Menteri Dalam Negeri untuk menghadiri pelantikan kepala daerah. "Kami akan terus bertahan sampai tuntutan kami dipenuhi. Sekarang juga. Kami tidak mau menerima yang bukan pimpinan DPRD," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sumatra Utara, Muzamil Ihsan dari mobil komando, Jumat (21/2/2025).
Para mahasiswa hingga saat ini masih tertahan di depan gerbang. Anggota DPRD Sumut Palacheta Subies Subianto yang sempat menemui massa aksi pun akhirnya kembali ke gedung dewan karena tawarannya untuk berdialog ditolak para mahasiswa. Massa aksi kini semakin ramai dengan kedatangan ratusan mahasiswa dari Universitas Negeri Medan.
Dalam aksi unjuk rasa ada 6 tuntutan pokok yang disampaikan massa aksi dalam unjuk rasa tersebut. Pertama para mahasiswa mendesak agar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD segera dievaluasi.
Kedua, para mahasiswa meminta agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Para mahasiswa kemudian menuntut agar Pemerintah mengevaluasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara sistemik.
Tuntutan keempat para mahasiswa adalah agar Pemerintah mencabut Undang Undang yang mengancam independensi KPK. Mereka menilai perubahan kedua atau revisi Undang Undang No.30 Tahun 2002 menjadi Undang Undang No.19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, sarat akan kepentingan dan mengganggu independensi KPK.
Para mahasiswa juga menuntut agar pemerintah membatalkan revisi Undang Undang TNI/Polri yang memungkinkan terjadinya Dwi Fungsi ABRI. Menurut mereka, revisi Undang Undang No.34 Tahun 2004 diduga berupaya memperluas jabatan bagi militer
Terakhir para mahasiswa menuntut agar Pemerintah memastikan setiap kebijakan yang diambil melalui kajian ilmiah dan melibatkan partisipasi publik.
(cip)