loading...
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan beberapa data ekonomi terbaru di tengah panasnya kondisi domestik yang diwarnai aksi demo hingga berujung ricuh. Foto/Dok
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan beberapa data ekonomi terbaru di tengah panasnya kondisi domestik yang diwarnai aksi demo hingga berujung ricuh. Demonstrasi menuntut pembubaran DPR karena dinilai gagal menjalankan fungsi legislatif, berujung kemarahan dan membesar ketika polisi yang menangani para pendemo hingga menewaskan seorang pengemudi ojek online.
Kini di awal pekan setelah kondisi yang memanas, BPS mengumumkan Neraca perdagangan barang Indonesia mengalami surplus USD23,65 miliar sepanjang periode Januari hingga Juli 2025, atau naik USD7,40 miliar dibanding dengan periode yang sama tahun lalu.
”Dengan demikian, Indonesia telah mencatatkan surplus selama 63 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Surplus sepanjang Januari-Juli 2025 ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar USD34,06 miliar, sementara komoditas migas masih mengalami defisit USD10,41 miliar," ungkap Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini di Jakarta, Senin (1/9/2025).
Baca Juga: BPS Minta Tambahan Anggaran Jumbo Rp1,65 Triliun, Buat Apa?
Menurutnya, nilai ekspor Januari-Juli 2025 naik 8,03% dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama didorong oleh sektor industri pengolahan, yang mencatat nilai ekspor sebesar USD128,13 miliar, atau naik 17,40 persen.
Tiga besar negara tujuan ekspor Indonesia adalah China, Amerika Serikat, dan India. Kontribusi ketiga negara ini sekitar 41,53% dari total ekspor nonmigas Indonesia pada Januari-Juli 2025. China tetap menjadi pasar ekspor utama komoditas nonmigas Indonesia dengan nilai mencapai USD34,46 miliar (22,64%), disusul Amerika Serikat sebesar USD17,89 miliar (11,75%) dan India sebesar USD10,87 miliar (7,14%).
Ekspor ke China didominasi oleh besi dan baja, bahan bakar mineral, serta produk nikel. Sementara ekspor ke Amerika Serikat didominasi oleh mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan aksesorisnya (rajutan), serta alas kaki.
Nilai impor Indonesia pada Januari-Juli 2025 mencapai USD136,51 miliar atau meningkat 3,41% dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penyumbang utama masih berasal dari sektor nonmigas, dengan nilai impor USD118,13 miliar, naik 6,97%. Sedangkan impor sektor migas mengalami penurunan sebesar 14,79% menjadi USD18,38 miliar.
Dilihat dari sisi penggunaan, peningkatan impor terjadi pada bahan baku atau penolong, serta barang modal. Nilai impor barang modal, sebagai andil utama peningkatan impor, mencapai USD27,38 miliar atau naik 20,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sepanjang periode Januari-Juli 2025, Chinamenjadi negara utama asal impor nonmigas Indonesia dengan nilai USD47,67 miliar (40,35%), diikuti Jepang sebesar USD8,77 miliar (7,43%), dan Amerika Serikat sebesar USD5,75 miliar (4,87%). Impor dari China didominasi oleh mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya.
Surplus perdagangan nonmigas sepanjang tujuh bulan pertama tahun ini sebagian besar ditopang oleh lima komoditas utama, yaitu lemak dan minyak hewani/nabati (USD19,24 miliar), bahan bakar mineral (USD15,41 miliar), besi dan baja (USD10,70 miliar), produk nikel (USD4,77 miliar), serta alas kaki (USD3,77 miliar).
Deflasi Agustus 2025
BPS mencatat pada bulan Agustus 2025 terjadi deflasi sebesar 0,08% (m-to-m). Secara tahunan, terjadi inflasi sebesar 2,31%, dan secara tahun kalender terjadi inflasi sebesar 1,60%.
Pudji menambahkan, bila merunut data historis, terjadi deflasi setiap bulan Agustus dalam empat tahun terakhir. Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan, minuman dan tembakau yang mengalami deflasi sebesar 0,29%, dengan andil deflasi sebesar 0,08%. Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami inflasi sebesar 0,18%, dengan andil inflasi sebesar 0,01%.