Dari #KaburAjaDulu hingga #IndonesiaGelap: Belajar dari Bangladesh

1 day ago 2

loading...

Arjuna Putra Aldino, Ketua Umum DPP GMNI. Foto/Dok. SINDOnews

Arjuna Putra Aldino
Ketua Umum DPP GMNI

PADA Januari 2024, Perdana Menteri Sheikh Hasina memenangkan masa jabatan kelimanya dengan telak dan berturut-turut ketika partainya, Liga Awami, memenangkan 224 dari 300 kursi parlemen. Sheikh Hasina berkuasa di Bangladesh selama kurang lebih 28 tahun dengan koalisi besarnya yang selalu menguasai lebih dari 75% kursi parlemen.

Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) sebagai partai oposisi, bernasib sangat buruk. Di mana selama 12 tahun posisinya terpinggirkan yang hanya menguasai minoritas kursi parlemen dan menjadi oposisi terlemah sejak pemulihan demokrasi di Bangladesh di tahun 1991.

Sejumlah pengamat menyebutkan kemenangan mutlak Sheikh Hasina sebagai buah dari kebijakan ekonominya yang populis layaknya bantuan sosial atau social safety net. Contohnya seperti program Ektee Bari Ektee Khamar Project yang memberi bantuan dengan bentuk kredit pinjaman kepada masyarakat kalangan bawah terutama petani kecil di pedesaan.

Ashrayan Project yaitu sebuah proyek pembangunan yang didanai Pemerintah Bangladesh guna membangun rumah untuk para tunawisma dan orang-orang terlantar. Universal Pension Scheme, sistem pengaturan pensiun Pemerintah Bangladesh yang memberikan setiap warga negara Bangladesh yang berusia antara 18-50 tahun untuk mendapatkan dana pensiun secara sukarela.

Semua program populis ini termaktub dalam formula National Social Security Strategy (NSSS) yang juga disebut sebagai Sheikh Hasina Model yang terdiri dari 130 program bantuan sosial yang dilaksanakan melalui berbagai kementerian, baik dalam bentuk bantuan langsung tunai, maupun non-tunai. Program bantuan sosial atau social safety net ini mendapat porsi yang sangat besar dalam kebijakan fiskal rezim Sheikh Hasina yakni 17,83% dari total anggaran negara atau sekitar 3,11% dari total PDB Bangladesh.

Hasilnya, dalam 20 tahun masa kekuasaannya, ia dipuji karena mampu membalikkan perekonomian dan industri garmen besar-besaran, memimpin ledakan ekonomi yang luar biasa. Sebagian besar upayanya disokong oleh buruh pabrik perempuan yang menggerakkan industri ekspor garmen.

Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia ketika memperoleh kemerdekaan dari Pakistan pada 1971, telah tumbuh rata-rata lebih dari enam persen setiap tahunnya sejak 2009. Angka kemiskinan pun turun drastis dan lebih dari 95% dari 170 juta penduduk negara itu kini memiliki akses terhadap listrik, dengan pendapatan per kapita melampaui India pada 2021.

Namun kemajuan ekonomi yang berhasil digapai oleh Sheikh Hasina berjalan tanpa proses yang demokratis. Pemimpin oposisi yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dipenjara, masyarakat sipil yang melakukan protes dikriminalisasi hingga media massa baik cetak maupun elektronik dikontrol untuk tidak menyuarakan kebenaran kepada publik.

CIVICUS Monitor, aliansi masyarakat sipil global yang berbasis di Johannesburg, menurunkan peringkat "ruang sipil” Bangladesh menjadi "tertutup" dalam laporannya. Ini adalah peringkat terburuk.

Read Entire Article
| Opini Rakyat Politico | | |